Aku tuh pernah kerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit milik swasta. Lumayan lama. Makanya, menurutku pembahasan soal CPO (Crude Palm Oil) masih menarik. Meski nggak lagi berurusan dengannya. Hehehe…
Beberapa hari terakhir ini, yang kubaca di media adalah berita soal kebijakan baru pemerintah. Katanya pungutan ekspor CPO naik dari 7,5% jadi 10%.
Mungkin, kalian pikir ini tuh hanya isu buat para pelaku industri doang. Iya ‘kan?
Tapi, pernah nggak sih kalian mikir kalau kebijakan pemerintah ini ujung-ujungnya bakal berimbas pada kita juga? Kayak urusan dapur, di warteg, bahkan di tukang gorengan favorit kalian di pinggir jalan.
Gimana? Feel like ketemu efek domino dari kebijakan ini nggak? Iya, kalau kataku emang segitu pengaruhnya ke hidup kita lho. Yuk kita bahas!
Apa sih CPO Itu?
Mungkin, pembaca blog Mau Tahu Apa masih ada yang asing sama istilah CPO. Nggak masalah. Biar kujelaskan sedikit ya.
CPO alias Crude Palm Oil adalah minyak kelapa sawit mentah. Bahan baku utama dari berbagai produk, mulai dari minyak goreng, sabun, margarin, sampai bahan bakar biodiesel.
Iyes. Sabun juga. Kalian sama denganku pas jaman training dulu kok. Lumayan kaget pas tahu kalau sabun juga berasal dari olahan CPO.
Nah, Indonesia adalah salah satu produsen CPO terbesar di dunia. Makanya, kalau kubilang sih urusan CPO ini sebenarnya nggak bisa dianggap sepele.
Kenapa Pungutan Ekspor CPO Naik?
Setahuku, industri kelapa sawit memang punya 3 beban, yaitu Domestic Market Obligation (DMO), Pungutan Ekspor (PE), dan Bea Keluar (BK). Itu ketua GAPKI sih yang bilang.
Bayangin dah tuh! Kalau pungutan ekspornya naik, pasti akan berimbas ke industri kelapa sawit juga ‘kan.
Masalahnya, kenapa sih Bu Sri Mulyani memutuskan untuk menaikannya? Ada yang bisa nebak nggak?
Konon katanya, urusan kenaikan tarif ini jadi bagian dari strategi pembiayaan program biodiesel B40.
Oke. Biar kalian nggak bingung, aku akan jelaskan sedikit. B40 tuh campuran 40% bahan bakar nabati dari sawit ke dalam solar.
Pemerintah berharap program ini bisa bantu ketahanan energi dan kurangi impor BBM. Cita-citanya sih bagus ya. Tapi biayanya nggak kecil.
Mana salah satu sumber dananya diambil dari pungutan ekspor lagi. Hmm…
Terus Efeknya ke Minyak Goreng Apa?
Nah, ini bagian yang harusnya bikin kita mual. Soalnya, kitalah yang bakalan kena ‘efeknya’.
Meski tujuannya untuk ekspor, kenaikan pungutan bisa berimbas ke harga jual di dalam negeri. Kenapa? Karena ketika produsen sawit “dipaksa” bayar lebih untuk ekspor, mereka bisa melakukan beberapal, kayak:
- Nahan ekspor yang bikin stok dalam negeri numpuk. Kalau sudah begitu, tentu saja harga bakalan turun (kalau logika ini kejadian).
- Tapi bisa juga, biaya produksi naik dan bikin harga jual dalam negeri ikut naik.
Guest what? Kalau harga minyak goreng naik, warteg, pedagang gorengan, bahkan usaha kuliner rumahan bisa langsung kelimpungan.
Efeknya bakal bikin harga makanan naik, porsi menyusut, atau orang jadi makin pilih-pilih belanja dapur. Iya nggak?
Emang Petani Sawit Juga Kena?

Ya iyalah. Malahan nih Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) sudah angkat suara. Kata mereka kalau harga Tandan Buah Segar (TBS) bisa turun sampai Rp500/kg. Tahu nggak sih apa artinya?
Itu berarti, petani kecil, yang nggak punya akses langsung ke pabrik atau ekspor, bisa kehilangan penghasilan yang cukup signifikan.
Nggak salah sih kalau kubilang bahwa kebijakan ini lebih pro ke industri besar ketimbang petani kecil. Yah, kecuali kalau ada mekanisme perlindungan tambahan gitu dari pemerintah.
Jadi, Kita Harus Gimana?
Sadar diri dululah ya. Sebagai konsumen, kita memang nggak bisa langsung mengubah kebijakan pemerintah. Tapi, first thing first, kita kudu melek informasi dan itu hal yang penting sekali.
Soalnya, dari urusan kelapa sawit sampai ke meja makan kita, semuanya terhubung lewat kebijakan ekonomi.
Kalau kamu termasuk pelaku UMKM, pengusaha kuliner, atau sekadar pecinta gorengan sejati, penting banget lho buat pantau tren harga dan kebijakan seperti ini.
Karena siapa tahu saja, hal ini bisa jadi penentu strategi belanja, jualan, bahkan inovasi produk. Iya nggak, Bestie?
Catatan Penutup
So, pembaca blog Mau Tahu Apa harus tahu! Kebijakan fiskal memang sering terdengar jauh dari kehidupan sehari-hari.
Tapi nyatanya, satu angka dalam dokumen pemerintah bisa nyeret harga minyak goreng di warung, dan itu cukup buat bikin kita mikir tentang siapa sih yang diuntungkan, dan siapa yang harus bersabar?
Kalau kamu punya pendapat soal kenaikan pungutan CPO ini, atau mungkin merasa sudah mulai kerasa efeknya di dompet, share di kolom komentar, ya! Kita ngobrol bareng!
Referensi:
- Investing.com Indonesia, “Pungutan Ekspor CPO Indonesia Naik Jadi 10% Demi Proyek Biodiesel,” https://id.investing.com/news/stock-market-news/pungutan-ekspor-cpo-indonesia-naik-jadi-10-demi-proyek-biodiesel-2787426, diakses 15 Mei 2025.
- Stockbit Snips, “Tarif Pungutan Ekspor CPO Naik Jadi 10% Mulai 2025,” https://snips.stockbit.com/snips-terbaru/tarif-pungutan-ekspor-cpo-naik-jadi-10-mulai-2025, diakses 15 Mei 2025.
- InfoSAWIT Sumatera, “SPKS Khawatirkan Kenaikan Pungutan Ekspor CPO Berpotensi Rugikan Petani,” https://sumatera.infosawit.com/2025/01/02/spks-khawatirkan-kenaikan-pungutan-ekspor-cpo-berpotensi-rugikan-petani, diakses 15 Mei 2025.
Dilematis banget, ya. Pengusaha FnB yang paling bingung kayanya, nih. Semoga setiap kebijakan sudah dilengkapi dengan berbagai faktor pendukung yang memadai juga dalam meningkatkan perekonomian rakyat
Jujur, aku baru tahu apa itu CPO setelah baca tulisan ini. Jadi sedih deh kalau harga minyak goreng bakalan naik lagi. Jadi harus pinter-pinter ngatur uang nih karena kalau minyak goreng naik maka pasti jajan-jajan atau lauk-lauk yang ikut naik.
Kelapa sawit merupakan komoditi yg bernilai jual tinggi. Apabila harga sawit meningkat maka akan berpengaruh juga pada harga-harga kebutuhan hidup yg lain. Semoga pemerintah mempunyai solusi akan hal ini dan jangan sampai merugikan petani.
Kalau petani kecil tuh apakah punya lahan kelapa sawit sendiri mbak? Saya kurang paham. Kirain klo kelapa sawit pasti pemilik perkebunannya hanya perusahaan besar.
Kalau aku sebagai ibu rumah tangga yang taunya ngatur duit ngepas biar semuanya cukup ya pada akhirnya memotong anggaran pada pos-pos yang tak terlalu krusial, termasuk penggunaan minyak. Kalau tadinya beli minyak sebulan bisa 2-3 liter sekarang 1 liter harus cukup
Pantesan ya harganya kok naik ya, kirain abis lebaran turun, eh kok enggak ya. Ternyata ini penyebabnya…
Gak cuma minyak goreng (dari oelapa sawit) loh yang harganya naik. Perhatiin deh harga santan dari kelapa buah juga naiknya parah. ckckckck…
terima kasih kak, jadi tahu klo ternyata sabun terbuat dari CPO juga, banyak manfaat ternyata..
banyak orang kaya karena CPO , perjalanan panjang CPO sampai ke meja makan membuat banyak orang ingin mengisap sari-sari CPO.
Apapun itu semoga ada kebijakan terbaik buat rakyat Indonesia.
Aku tuh nggak begitu ngeh atau merhatiin masalah kayak gini, cuma memang sejak bulan puasa tuh semua hal yang berhubungan dengan kelapa kok harganya jadi ampun2an, naik berlipat-lipat kali
Manfaat dari CPO banyak juga ya
Pastilah, kenaikan kebijakan paati akan berdampak ke lainnya
Ada yang punya. Ada yang dapat dari kemitraan sama perusahaan.
Kebijakan baru pemerintah tentang kenaikan pungutan ekspor CPO ini memang menarik untuk dibahas. Menurutku, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pelaku industri, tapi juga masyarakat biasa seperti kita. Kenaikan harga minyak goreng dan produk turunan lainnya pasti akan memengaruhi pengeluaran sehari-hari. Apalagi, program B40 yang diusung pemerintah sepertinya memiliki tujuan yang baik, tapi apakah cara ini yang paling tepat? Aku penasaran, apakah ada alternatif lain yang bisa mengurangi dampak negatifnya pada masyarakat? Bagaimana pendapatmu tentang strategi pemerintah ini? Menurutmu, apakah kenaikan pungutan ini akan benar-benar membantu ketahanan energi atau justru menambah beban ekonomi? Aku rasa, kita perlu lebih kritis dalam menanggapi kebijakan seperti ini. Apa kamu setuju?